DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.
Latar
Belakang Masalah......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................. 2
C.
Tujuan
Pembahasan................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................. 3
A.
Riwayat
Hidup al-Kindi......................................................................... 3
B.
Pemikiran
filsafat al-Kindi.................................................................... 6
1.
Pemaduan
filsafat dan agama.......................................................... 6
2.
Filsafat
Ketuhanan........................................................................... 9
3.
Filsafat
Jiwa..................................................................................... 12
4.
Filsafat
Moral................................................................................... 14
5.
Filsafat
Kenabian............................................................................. 15
BAB III
KESIMPULAN................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Ilmu pengetahun
di dunia ini tidaklah ada yang sama, semuanya mempunyai perbedaan dan
karakteristik yang berbeda. Hal tersebut membuat ilmu pengetahun yang didalami
semakin berarti dan tentunya memiliki manfaat yang besar bagi perkembangan di
masa datang. Apabila suatu ilmu dikembangkan dan ditelaah lebih jauh lagi
dengan konteks dan kondisi serta ruang dan waktu yang berbeda, maka akan
terlahir pula suatu ilmu yang kreatif dan mempunyai ciri khas yang unik
sekalipun ilmu itu bukan berasal dari agama dan budayanya.
Seperti halnya
filsafat Islam, pada awalnya sudah diketahui bahwa filsafat merupakan
pengetahuan yang berasal dari Yunani, akan tetapi para filosof, para ahli
keagamaan Islam, atau orang-orang muslim semasanya, yang mempunyai kegiatan
untuk berfikir, senantiasa menggali lebih dalam lagi mengenai filsafat.
Sehingga ilmu filsafat yang tadinya berasal dari agama dan ajaran Yunani,
kemudian dikemas dan dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber
dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu
pengetahuan yang cukup popular yang dikembangkan dan diajarkan secara turun
temurun oleh para filosof kepada generasi-generasinya atau kepada
murid-muridnya.
Dalam membahasa
filsafat Islam, tentunya pemikiran yang menjadi starting pointnya adalah
al-Kindi. Sebelumnya Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi)
berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di
antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang
berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi,
al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu
Thufail dan Ibnu Rusyd. pada pembahasan kali ini, yang akan kami eksplorasikan,
adalah perjalanan hidup al-Kindi dan pemikiran-pemikirannya dalam ranah
filsafat Islam beserta perbedaan diantara pakar-pakar filsafat Islam.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Riwayat Hidup al-Kindi ?
- Bagaimana Pemikiran – pemikiran filsafat al-Kindi ?
- Bagaimana tinjauan tentang pemikiran al-Kindi ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan
pembahasan yang akan disampaikan, mengenai :
- Riwayat hidup al-Kindi.
- Pemikiran-pemikiran filsafat al-Kindi.
- Tinjauan tentang pemikiran al-Kindi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Hidup al-Kindi
Al-Kindi,
nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin
Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di
Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal
dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab
dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. (Ahmad Fuad al-Ahwani, 1993 : 50
).
Setelah
dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al-
Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Ibnu Nabatah berkata bahwa karya-karya
al-Kindi telah menghiasai kerajaan al-Mu'tashim. Al-Kindi menganut paham
Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni
dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu
pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan
matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah
menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam
jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam
menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Ia
juga diundang oleh khalifah al-Makmun untuk mengajar pada baitul hikmah, ia
sangat terkenal dan berjasa dalam gerakan penerjemahan dan seorang pelopor yang
memperkenalkan tulisan Yunani, Suriah dan India kepada dunia Islam. ( Hasyimsyah
Nasution, 1999 : 15 ).
Menurut
Harun Nasution, kalau al-Kindi menganut
faham Mu'tazilah yang mengedepankan rasio dan filsafat dalam pemahaman
keislamannya. Selain itu pula kaum
Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan
pendapat-pendapatnya terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu Logika
sangat menarik perhatiannya, karena menjunjung tinggi berfikir logis. Memang
Mu’tazilah lebih mengutamakan akal pikiran, dan sesudah itu baru al-Qur’an dan
Hadits atau disebut dengan تقديم العقل على النص.
Hal ini berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang mendahulukan al-Qur’an dan
al-Hadits kemudian baru akal pikiran atau disebut dengan تقديم
النص على العقل (
Sahilun A. Nasir, 2010 : 167 ).
Maka
disamping itu zaman al-Kindi adalah zaman penerjemahan buku-buku Yunani yang
memberikan pengaruh besar terhadap pola piker al-Kindi dimana ia turut aktif
aktif dalam kegiatan terjemahan. ( Harun Nasution 1973, : 14 ).
Al-Kindi
mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang
ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa
dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya
karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman
belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam
tulisan tangan.
Jumlah
karangan al-Kindi yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab. Pertama
penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya
tersebut. Ibnu an-Nadim dan al-Qafthi menyebutnya 50 buah, sedang sebagian dari
karangan-karangan tersebut telah hilang atau musnah. Kedua karangan-karangannya
yang sampai kepada kita ada yang memuat karangan – karangannya yang lain (
Ahmad Hanafi, 1990 : 73 ).
Dalam
keterangan sejarah yang lain, al-Kindi sendiri mengarang buku-buku dan menurut
keterangan Ibn Al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 berupa
filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik,
optika, music, matematika, dan sebagainya. Dalam The Legacy of Islam kita
baca bahwa bukunya tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
banyak mempengaruhi Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M. ( Harun
Nasution, 1973 : 14 )
Unsur-unsur
filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah :
a.
Aliran
Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah flsafat.
b.
Pemikiran-pemikiran
Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun Al-Kindi tidak
sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam.
c.
Pemikiran-pemikiran
Plato dalam hal-hal kejiwaan.
d.
Pemikiran-pemikiran
Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.
e.
Wahyu
dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan dan
sifat-Nya.
f.
Aliran
Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat
Al-Qur’an. ( Poerwantana dkk, 1987 : 129 ).
Sehingga
menurut kami, bisa dikatakan bahwa karangan-karangan al-Kindi ada yang tidak
otentik atau yang tidak bersumber dari dirinya atau kebanyakan mengutip serta
identik dengan karya filsafat yang lain.
Beberapa
karya tulis al-Kindi antara lain yang cukup popular antara lain: Fi
al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafah; Risalat ila
al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat
al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa
al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs. ( Ahmad Fuad
Al-Ahwani, 1999 : 68 ).
Beberapa
karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa
Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Oleh
karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap al-Kindi sebagai salah seorang
dari dua belas pemikir terhebat.
Ketika
dinasti Abbasyiah dipimpin oleh al-Mutawakkil, Madzhab Asy'ariyah dijadikan
sebagai madzhab resmi negara. Suasana ini dimanfaatkan oleh kempok anti
filsafat. Atas hasutan Muhammad dan Ahmad, dua orang putera Ibnu Syakir, diantara mereka ada yang
mengatakan bahwa orang yang berfilsafat adalah orang yang kurang hormat kepada
agama, al-Mutawakkil mengatakan bahwa al-Kindi didera dan perpustakaannya yang
bernama Kindiyah disita. Tetapi tidak lama kemudian perpustakaanya tersebut dikembalikan
kepada pemiliknya ( Hasyimsyah Nasution 1999 : 16 ).
Tentang
kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti. Agaknya
menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun
kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq
cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon menunjuk
tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino.
Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80
tahun atau lebih sedikit.
B. Pemikiran Filsafat al-Kindi
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran al-Kindi tidak hanya berfokus pada bidang filsafat saja.
Karangan-karangan al-Kindi bermacam-macam, diantaranya filsafat, logika, musik,
aritmatika dan alin-lain. Dan al-Kindi tidak hanya membicarakan
persoalan-persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya,
tetapi ia lebih tertarik dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata serta lebih mengutamakn ketelitian pemakaian
kata-kata dari pada menyelami problema filsafat. Pada umumnya karangan-karangan
al-Kindi berbentuk ringkas dan tidak mendalam. ( Dedi Supriyadi, 2009 : 53 ).
Sesuai
dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti
pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya. ( Poerwantana
dkk, 1987 : 103-104 ).
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
1)
Pemaduan Filsafat dan Agama ( Talfiq )
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan
pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya
antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu
tentang kebenaran. Dalam pemikiran al-Kindi pemaduan antara agama dengan
filsafat atau akal dengan wahyu dinamakan dengan talfiq. Sedangkan
kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya,
dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh
apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudlarat. Hal seperti
ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah
dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuaskan semua pihak, terutama orang-orang Islam
yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga
membawakan ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat
sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti
dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang
berkaitan dan yang dikaitkan dengan anjuran tersebut adalah sebagai berikut.:
a) Surat
Al-Nasyr [59]: 2
(#rçÉ9tFôã$$sù Í<'ré'¯»t Ì»|Áö/F{$# ÇËÈ
………Maka ambillah untuk menjadi
pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.
b) Surat
Al-A’raf [7]: 185
óOs9urr& (#rãÝàZt Îû ÏNqä3n=tB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur t,n=y{ ª!$# `ÏB &äóÓx« ÷br&ur #Ó|¤tã br& tbqä3t Ïs% z>utIø%$# öNßgè=y_r& ( Ädr'Î7sù ¤]Ïtn ¼çny÷èt/ tbqãZÏB÷sã ÇÊÑÎÈ
dan
Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada
berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?
c)
Surat
Al-Ghasiyat [88]: 17-20
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Maka apakah tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana
ia dihamparkan.
d)
Surat
Al-Baqarah [2]: 164
¨bÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏG÷z$#ur È@ø©9$# Í$yg¨Y9$#ur Å7ù=àÿø9$#ur ÓÉL©9$# ÌøgrB Îû Ìóst7ø9$# $yJÎ/ ßìxÿZt }¨$¨Z9$# !$tBur tAtRr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB &ä!$¨B $uômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB £]t/ur $pkÏù `ÏB Èe@à2 7p/!#y É#ÎóÇs?ur Ëx»tÌh9$# É>$ys¡¡9$#ur ̤|¡ßJø9$# tû÷üt/ Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷èt ÇÊÏÍÈ
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang
berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat
tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama
didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat;
wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian;
menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama. ( H. Sirajuddin Zar,
2004 : 44 - 47. )
Dapat disimpulkan bahwa filsafat dengan
agama bukanlah hal yang bertentangan, melainkan hal yang saling melengkapi
antara agama khususnya agama Islam dengan filsafat. Kemudian dapat kami
simpulkan pula bahwa lafadz-lafadz al-Qur'an di atas seperti اعتبر yang terdapat dalam jumlah فاعتبروا, kemudian lafaz نظر pada jumlah ينظر, ينظرون, dan lafaz عقل pada jumlah يعقلون, merupakan lafadz-lafadz yang rata-rata dpata diartikan dengan
berfikir, maka tentunya berfikir merupakan suatu indikator dari filsafat.
2 ) Filsafat Ketuhanan
Adapun mengenai ketuhanan, bagi al-Kindi Tuhan adalah wujud yang
sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujudnya tidak berakhir, sedangkan
wujud lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat
dibagi-bagi dan tidak ad zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia
tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.
Mengenai keterangan di
atas, dapat kita lihat dalam firman Allah swt :
uqèd
ãA¨rF{$# ãÅzFy$#ur
ãÎg»©à9$#ur ß`ÏÛ$t7ø9$#ur ( uqèdur
Èe@ä3Î/
>äóÓx« îLìÎ=tæ ÇÌÈ
Dialah
yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu. ( QS. Al-Hadid [57] : 3
)
Yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum
segala sesuatu ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu
musnah, yang Zhahir ialah yang nyata adanya karena banyak bukti-
buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh
akal.
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah
dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam
alam, tetapi Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk.
Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies.
Tuhan adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal
(Al-Haqqul Wahid). Ia semata-mata satu. Hanya Ia-lah yang satu maka
selain dari tuhan mengandung arti banyak.
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi
adalah Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam
bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah
ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang
Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini
adalah emanasi dari Yang Maha Satu ( Harun Nasution,
1978 : 16.)
Filsafat ketuhanan yang dikemukakan al-Kindi adalah adanya
pencipta dan penggerak alam semesta yang menjadi bukti adanya tuhan, sehingga
adanya tuhan dapat dibuktikan dengan dalil yang empiris atau bukti yang dapat
ditunjukkan yaitu :
a.
Dalil baharu alam
b.
Dalil keragaman dan kesatuan
c.
Dalil pengendalian alam. ( Hasyimsyah Nasution, 1999
: 19 )
Al-Kindi
menulis, keteraturan, ketertiban dan keselerasan alam raya ini adalah wujud
dari pengaturan-Nya yang bijak dan sempurna. Sungguh kehidupan alam yang serba
tertaur dan bijak telah cukup ( sebagai bukti tentang ada-Nya ) bagi mereka
yang mampu melihat dengan pikiran jernih. ( al-Kindi, al-Ibanah an al-Illah
al-Fa-ilah al-Qaribah li al-Kauni wa al-Fasad, dalam Abu Riddah, Rasa’il
al-Kindi al-Falsafiyyah, Mesir al-I’timad, berdasar pada kutipan A. Khudori
Soleh, 2013 : 104 ).
Argument
terakhir ini, oleh sebagian filsuf, dianggap sebagai dalil paling efektif untuk
membuktikan adanya Tuhan. Dalam tradisi filsafat islam, dalil ini juga
digunakan oleh Ibnu Rusyd ( 1126 – 1196 M ), sedangkan dalam tradisi filsafat
Barat digunakan oleh Immanuel Kant ( 1724 – 1804 M ). ( A. Khudori Soleh, 2011
: 104 ).
Tentang hakikat Tuhan, al-kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah
wujud yang haq (sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan
pernah tiada selama-lamanya, yang ada sejak awal dan akan senantiasa ada
selama-lamanya. Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak pernah didahului wujud
yang lain, dan wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain
melainkan dengan perantaraan-Nya ( A. Mustafa, 2004 : 109 ).
Kemudian mengenai sifat-sifat Tuhan, tidak berbeda dengan konsep
Mu’tazilah. Dalam karyanya yang terkenal, al-Falsafah al-Ula, al-kindi membuat
uraian dan pembelaan yang mendalam tentang pandangannya soal sifat – sifat
Tuhan ini. Ada dua sifat Tuhan yang penting yang harus diuraikan yaitu sifat
Maha Esa ( wahdaniyah ), dan sifat ketidak samaannya dengan Makhluk
hidup ( Mukhalafatun lil Hawadits ), tentang sifat esa, al-Kindi
menjelaskannya dengan dua cara, yaitu pertama, dengan cara membedakan
antara esa mutlak dengan esa metaforis. Esa mutlak adalah keesaan yang esensial
yang tidak bisa dibagi, sedangkan esa metaforis adlah keesaan yang ada pada
objek-objek terindera yang memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu
sehingga keesaannya tidak bersifat mutlak tetapi berganda. ( A. Khudori Soleh, 2013
: 105 ).
Sekalipun demikian, apabila kita melihat pendapat Mu’tazilah itu
sendiri, memang kelompok ini meniadakan dan mengosongkan sifat-sifat Tuhan dari
zat-Nya. Golongan ahlus-Sunnah menyebut aliran Mu’Tazilah dengan sebutan al-Mu’aththilah.
Mula-mula sebutan ini diberikan kepada aliran Jahamiah, karena aliran ini juga
mengosongkan Tuhan dari sifat-sifat-Nya. Apabila kita melihat dalam kamus
bahasa arab bahwa aththala mempunyai arti mengosongkan, menterlantarkan
dan membiarkan tidak terpakai. ( Adib Bisri, ,1999 : 506 ).
Karena sifat-sifat Tuhan
dipersoalkan oleh kaum Mu’tazilah, maka mereka disebut al-Mu’aththilah ( Hasan
Basri. 2007 : 43 )
Dari keterangan di atas, dapat kami simpulkan bahwa sekalipun
Mu’tazilah mengosongkan Tuhan dari Sifat-Nya, maka al-Kindi membuat suatu
statement terhadap penjelasan tersebut untuk mendukung teori filsafat tentang
sifat-sifat Tuhan.
Sedangkan
dalam ranah metafisika, di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap
oleh panca indera. Benda-benda itu merupakan juz’iah ( particular ).
Yang penting bagi filsafat, kata al-Kindi, bukan juz’iah yang tak
terhingga banyaknya itu, tetapi hakikat yang terdapat dalam juz’iah itu,
yaitu kulliah ( universals ). Tiap-tiap benda mempunyai dua hakikat,
hakikat sebagai Juz’i dan ini disebut aniah (انية
)
dan hakikat sebagai kulli ( حقيقية
كلية ) dan ini disebut mahiah ( ماهية
),
yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Mengenai kosmologi,
al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan dari tiada ( creation ex
nihilio ) atau dalam bahasa arabnya adalah الايجاد من العدم. Allah tidak hanya menjadikan alam, tetapi juga mengendalikan dan
mengaturnya. Serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi yang lain.
Al-kindi pula berpendapat bahwa alam ini terdiri dari dua bagian, yakni alam
yang terletak di bawah bulan dan alam yang merentang tinggi sejak dari falak
bulan sampai ke ujung alam. Jenis alam yang pertama terdiri dari empat unsur,
ayitu air, api, udara dan tanah. Keempat unsur tersebut berkualitas dingin,
panas, kering dan basah yang merupakan perlambang dari perubahan, pertumbuhan
dan kemusnahan. Sedangkan pada alam jenis kedua tidak dijumpai keempat unsur
yang dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan kemusnahan dengan kata
lain kedua alam tersebut abadi sifatnya.
Adapun bumi ini terletak di bawah falak bulan , merupakan pusat
alam. Sedangkan falak-falak atau benda-benda langit menurut al-Kindi adalah
makhluk hidup, memiliki indera penglihatan dan pendengaran sebagai indera yang
diperlukan untuk dapat berfikir dan membedakan. Falak-falak tersebut merupakan
sebab terdekat bagi planet bumi. Disebabkan gerak lingkaran yang kontinu ke
sisi-sisi tertentu, maka timbullah berbagai kegiatan, kehidupan, dan makhluk
dipermukaan bumi ini, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. ( Muhammad
Athif al-Iraqi, Tajdid fi al-Madzhab al-Falsafiyyah wa al-Kalamiyyah,
Kairo : Dar al-Ma’arif, 1979. Hal. 90-91 dalam kutipan Hasyimsyah Nasution 1999
: 21 )
3) Filsafat Jiwa
Al-Quran
dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa.
Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa
manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan
Manusia. Sebagaimana firman Allah swt :
tRqè=t«ó¡our Ç`tã
Çyr9$# ( È@è%
ßyr9$# ô`ÏB
ÌøBr& În1u
!$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$#
wÎ) WxÎ=s% ÇÑÎÈ
Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
( QS. Al-Isra [17] : 85 )
Dengan
adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada
falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof
Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi
juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam
dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya
berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya
dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan
berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara
badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan
hawa nafsu.
Pada
jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu ( yang terdapat di perut ), daya
marah ( terdapat di dada ), dan daya pikir ( berputar pada kepala ). ( H. Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004, Cet. I, Hal. 59-60 ).
Mengenai daya berfikir, bagi al-Kindi akal dibagi tiga :
- Akal yang bersifat potensial ( الذى بالقوة العقل )
- Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi actual ( العقل الذى خرج من القوة الى الفعل )
- Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas ( العقل الذى نسميه الثانى ).
Akal
yang bersifat potensial tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada
kekuatan yang menggerakkanya dari luar. Karena itu ada lagi satu macam akal
yang mempunyai wujud diluar roh manusia. Yakni akal yang selamnya dalam
aktualitas ( العقل الذى بالفعل ابدا ). Akal yang selamanya
dalam aktualitas inilah yang menggerakkan potensial menjadi aktual. ( Harun Nasution, 1978 : 15 ).
Jiwa atau roh selama berada dalam badan tidak akan memperoleh
kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah
bercerai dengan badan maka roh memperoleh kesenangan yang sebentulnya dalam
bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke
alam kebenaran atau alam akal di atas bintang-bintang, di dalam lingkungan
cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Disinilah letak
kesenangan abadi dari roh. ( Hana al-Fahury dan Khalil al-Jarr, Tarikh
al-Falsafah al-Arabiyyah, Beirut : Muassasah li al-Tahb’ah wa an-Nasyr
1963, hal. 366 – 367 dalam kutipan Hasyimsyah Nasution, 1999 : 23.)
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara roh dengan
jasad, keduanya mempunyai fungsi masing-masing ketika bersatu, akan tetapi
ketika roh keluar dan berpisah dari jasad atau badan, maka fungsi kesatuan itu
menjadi hilang dan tinggallah roh yang berfungsi untuk melanjutkan kehidupannya
ke alam kebenaran atau ke alam akal. Dalam penjelasan dari al-Qur’an ataupun
al-Hadits, roh tersebut akan pergi ke alam akhirat untuk mempertanggung
jawabkan segala amalnya ketika bersatu dengan jasad.
4) Filsafat Moral
Menurut
al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa
seorang filosof wajib menempuh hidup susila.Hikmah sejati membawa serta
pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan.Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri
sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia (Stoa). Tabiat manusia
baik, tetapi ia digoda oleh nafsu. Konflik itu dihapuskan oleh pengetahuan
(paradoks Socrates).Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan.Milik
memberatkan jiwa.Socrates dipuji sebagai contoh zahid (asket).Al-Kindi mengecam
para ulama yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk
memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk
mempertahankan kedudukannya dalam Negara.
Ia merasa diri korban kelaliman Negara seperti Socrates. Dalam kesesakan
jiwa, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan,
keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula
keadilan untuk meningkatkan tata Negara.
Sebagai filosof, al-Kindi prihatin, kalau-kalau syari’at kurang menjamin
perkembangan kepribadian secara wajar.Karena itu dalam akhlak dia mengutamakan
kaedah stoa dan Socrates. ( Hasyimsyah Nasution, 1999 : 23-24 )
5)
Filsafat Kenabian
Tentang
kenabian bagi Al-Kindi adalah satu derajat pengetahuan yang tertinggi bagi
manusia. Hanya nabi yang bisa mencapai pengetahuan yang sempurna tentang alam
ghaib dan ketuhanan melalui wahyu.
Kesanggupan untuk mengetahui seluk-beluk alam ghaib yang sempurna seperti itu tidak mungkin dapat dicapai oleh
manusia biasa.
Keterbatasan
pengetahuan manusia terhadap soal-soal hakikat dan alam ghaib disebabkan
keterbatasan keleluasaan akalnya atas jasad. Oleh karena itu pengetahuan yang
dicapai oleh manusia masih sedikit sekali dan hal ini masih belum sepenuhnya
pula dapat diyakini kebenarannya. Berlainan dengan wahyu yang disampaikan Tuhan
kepada nabi, ia lebih positif dan kebenarannya dapat diyakini sepenuhnya. Jadi
kenabian lebih tinggi dari derajat para filosof. ( Yunasril Ali, 1991 : 33-34
).
Dalam
realitasnya kita sudah mengikuti bahwa Nabi sudah pasti mempunyai derajat lebih
tinggi sekalipun sama-sama berbentuk wujud manusia. Tentunya dilihat dari segi
keilmuan, kemulyaan dan interaksinya dengan Tuhan, sehingga ada perintah atau keistimewaan
yang dimiliki oleh para Nabi disamping hal di atas, misalnya mukjizat yang
jenisnya berbeda-beda tiap para Nabi-Nya, begitu pula dilihat dari segi dima’shumnya
atas segala perbuatan dan segala dosanya.
3)
Tinjauan terhadap al-Kindi
Al-Kindi merupakan
filosof pertama yang menyelami persoalan filsafat dan keilmuan dengan
menggunakan bahasa arab, seperti halnya dengan Descartes dengan bahasa
perancis, meskipun berbeda waktu, corak pikiran dan luasnya pembicaraan.
Sebagai orang yang mempelajari pikiran-pikiran filsafat dari masa-masa
sebelumnya, maka ia harus memperkenalkan pikiran-pikiran tersebut kepada dunia
arab – Islam tentang berbagai persoalan yang sebenarnya terasa asing sama
sekali oleh mereka. Dari segi ini, maka al-Kindi menghadapi kesulitan yang
besar, akan tetapi ia dapat mengatasinya dengan baik.
Pertama ia
menggunakan istilah-istilah arab untuk pengertian kata-kata Yunani. Kalau
terpakasa memakai kata-kata Yunani asli, maka disebutkan - juga istilah
arabnya, seperti kata-kata filsafat dan hikmah, fantasia dan mushawarah, hule
dan thin ( tanah ) atau maddah. Untuk ketelitian pemakaian istilah – istilah,
maka ia harus menulis risalah-risalah yang khusus untuk itu, dan risalah ini
merupakan buku tertua yang sampai kepada kita. Kadang-kadang ia mengambil
kata-kata arab kuno yang hamper hilang dari pemakaian, seperti kata-kata ais
untuk arti wujud. Definisi-definisi yang dibuatnya teliti, tepat dan ringkas.
Kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia tahu benar bahasa arab dan dapat
menguasainya.
Kedua ia telah
meneliti persoalan – persoalan filsafat yang meskipun telah dibicarakan oleh
filosof-filosof sebelumnya, namun ia tetap mempertahankan kepribadiannya
danpendapatnya sendiri. Karenanya, maka ia tidak sekedar mengutip dari
Aristoteles dan Plato atau filosof-filsof Yunani lainnya, Tetapi ia juga
memilih mana yang sesuai dengan pikirannya sendiri dan kepercayaan agamanya.
Dalam filsafat
fisika misalnya, ia mengikuti Aristoteles, meskipun tidak menyetujuinya dalam
soal qadimnya alam beserta alasan-alasannya. Demikian pula dalam soal kejiwaan
ia mengesampingkan Aristoteles dan lebih suka memeilih Plato, karena pikiran –
pikiran Plato ini bersifat rohani ( idealis ) yang sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Tentang tuhan
dan sifat-Nya, maka al-Kindi bersikap sebagai orang Islam Mu’tazilah. Kalau
dicari persamaannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya maka kita bisa
menunjuk aliran stoa, dimana aliran ini menganggap Tuhan sebagai dzat pengatur
dan pemelihara Alam, yang Berakal, dimana bekasnya Nampak dengan jelas pada
alam.
Akan tetapi
memang haruslah diakui, al-Kindi tidak mempunyai system filsafat yang lengkap.
Jasanya ialah karena dia adalah orang yang pertama membuka pintu filsafat bagi
dunia Arab dan diberinya corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam yang
sebenarnya ialah al-Farabi. ( Ahmad Hanafi, 1990 : 79 ).
BAB
III
KESIMPULAN
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf
Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin
al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H
(801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah,
termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di
daerah Yaman dan Hijaz.
Pemikiran-pemikiran al-Kindi dalam
bidang filsafat meliputi pemaduan antara agama dengan filsafat atau terkenal
dengan talfiq, selanjutnya filsafat ketuhanan yang meliputi
pemikiran-pemikirannya mengenai Tuhan, keberadaan-Nya, Fungsi-Nya, dalil
keberadaan Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, filsafat metafisika, filsafat jiwa
serta roh, filsafat moral, dan filsafat kenabian.
Tinjauan
terhadap al-Kindi sangatlah beragam, berkaitan dengan jasanya dalam mengenalkan
asas-asas filsafat Islam bagi dunia Arab, bahkan sebelumnya juga dia telah
membuka pintu utama sebagai orang yang telah menerjemahkan dan berjasa besar
terhadap penelaahan filsafat-filsafat Yunani. Sekalipun ada yang mengatakan
bahwa karya filsafatnya lebih banyak mengutip karya-karya orang lain, tetapi
dalam hal perkembangannya, al-Kindi sempat menjadi ilmuwan besar pada masa
dinasti Abbasyiah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim.
Al- Ahwani,
Ahmad Fuad, Dr. Filsafat Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus 1993.
Basri, Hasan,
Drs. H. Ilmu Kalam Sejarah Dan Pokok
Pikiran Aliran-aliran, Bandung : Azkia Pustaka Utama 2007.
Bisri, Adib,
KH. Kamus al-Bisri, Surabaya : Pustaka Progressif 1999.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan
Bintang 1990.
Mustafa, Dr. H.A, Filsafat
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Nasir, Sahilun
A. Prof, Dr, KH. Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ) Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, Jakarta : Rajawali Pers 2010.
Nasution, Harun, Falsafat dan
Mistisme dalam Islam, Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1978.
Nasution,
Hasyimsyah. Prof, Dr. H, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media
Pratama1999.
Poerwantana, Drs, Seluk beluk filsafat
Islam, Bandung : Remaja Rosda Karya 1987.
Soleh, Khudori,
Dr, H, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jogjakarta : ar -
Ruzz Media 2013.
Supriyadi,
Dedi. M.Ag, Pengantar Filsafat Islam Konsep, filsuf dan Ajarannya
Bandung : Pustaka Setia 2009.
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran
Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
cet.I, 1991.
Zar, Sirajuddin, H. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar