DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C.
Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup
Ibn Miskawaih............................................................................... 3
B.
Pemikiran Ibnu
Miskawaih........................................................................................
1.
Ketuhanan ...........................................................................................................
2.
Jiwa .....................................................................................................................
3.
Kenabian .............................................................................................................
4.
Akhlaq ................................................................................................................
C.
Karya-karya Ibn
Miskawaih
D.
Konsep
Pendidikan Ibn Miskawaih ........................................................................ 8
BABIII
PENUTUP
A.
Ksimpulan ............................................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Filsafat
merupakan ilmunya ilmu pengetahuan, atau induk dari ilmu pengetahuan (mother of
science). Dengan berfilsafat maka lahirlah sebuah ilmu pengetahuan, karena
berfilsafat merupakan mengoptimalkan daya nalar dan kritis akal manusia.
Filsafat merupakan ilmu untuk mencari kebenaran yang penuh dengan tanda tanya
sehingga tak heran jika terdapat perbedaan pendapat dikalangan filosof tentang
esensi sesuatu hal ini tidaklah menjadi hal yang tabuh karena setiap Filosof
harus menerima hasil pemikiran orang lain. Semakin banyak orang yang mau
berfilsafat maka semakin berkembanglah ilmu pengetahuan.
Filsafat
mulai dikenal didunia Islam pada abad IX di zaman pemerintahan daulah
Abbasiyah. Pada masa itu lahirlah ilmu kedokteran, geometri, astronomi, kimia
dan lainnya dengan tokoh-tokohnya yang Mashur. Dengan munculnya filsafat
ditengah-tengah kehidupan umat islam, yang memberikan kebebasan seluas mungkin
untuk berkembengnya pikiran secara bebas, meskipun harus menentang kebiasaan
lama, membuka tabir baru terhadap perkembangan sejarah dan peradaban dunia
islam.
Islam
telah melahirkan tokoh-tookoh filsafat yang terkenal di dunia islam dan dunia
barat karena pemikiranya yang tidak akan lekang oleh waktu. Dalam
perkembangannya filsafat memiliki sejarah yang menarik,. Betapa menariknya
perkembangan filsafat islam untuk kita pelajari tanpa mengesampingkan tokoh dan
pemikirannya.
Ibnu
Miskawaih adalah salah satu tokoh filsafat islam yang memiliki
pemikiran-pemikiran khususnya di bidang akhlaq. Beliau adalah cendikiawan
muslim yang tetap berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dalam berfikir. Untuk lebih
jelasnya, maka dalam makalah ini akan di bahas lebih lanjut tentang Ibnu
Miskawaih dan pemikiran filsafatnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
riwayat hidup Ibnu Miskawaih ?
2.
Bagaimanakah
pemikiran Ibnu Miskawaih tentang :
a.
Metafisika
(Ketuhanan)
b.
Jiwa,
c.
Kenabian,
d.
Akhlak
3.
Apa
saja karya – karya Ibnu Miskawaih
4. konsep pendidikan ibnu maskawaih
C. TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
menjelaskan tentang riwayat hidup Ibnu Miskawaih.
2.
Membantu
mahasiswa untuk memahami pandangan Ibnu Miskawaih tentang :
a.
Metafisika
(Ketuhanan)
b.
Jiwa
c.
Kenabian,
d.
Akhlak
3.
Membantu
mahasiswa untuk dapat mengetahui karya – karya Ibnu Miskawaih.
4.
Mengetahui konsep
ppendidikan ibn miskawaih
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT
HIDUP MASKAWAIH
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khasim
Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Maskawaih
dilahirkan di Ray (Teheran sekarang) Iran. Mengenai tahun kelahirannya, terdapat
perbedaan-perbedaan pendapat dari penulis, MM Syarif menyebutkan tahun 320
H/932 M. Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H. Abdul Aziz Izzat menyebutkan
tahun 325 H. Sedangkan wafatnya, para tokoh sepakat pada 9 shafar 421 H/16
Februari 1030 M.
Maskawaih adalah salah seorang tokoh
filsafat dalam Islam yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun
sebenarnya ia pun seorang sejarawan, tabib, ilmuwan dan sastrawan. Pengetahuannya
tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India, disamping filsafat Yunani, sangat
luas.
Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah
Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama tersebut diambil dari nama kakeknya yang
semula beragama Majusi kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang
diperoleh dari nama sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah dipandang sebagai yang
berhak menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam
sepeninggalnya. Dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa
Maskawaih tergolong penganut aliran Syi’ah. Gelar ini juga sering disebutkan yaitu
al-Khazim yang berarti bendaharawan, disebabkan kekuasaan Adhud al Daulah dari
Bani Buwaihi, ia memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawannya.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya,
Maskawaih hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh
Bani Buwaihi yang beraliran Syi’ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani
Buwaihi yang mulai berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas
mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar Mu’izz al
Daulah pada 945 M. Dan pada tahun 945 M itu juga Ahmad bin Buwaih
berhasil menaklukkan Baghdad di saat bani Abbas berada di bawah pengaruh
kekuasaan Turki. Dengan demikian, pengaruh Turki terhadap bani Abbas digantikan
oleh Bani Buwaih yang dengan leluasa melakukan penurunan dan pengangkatan
khalifah-khalifah bani Abbas[3].
Puncak prestasi bani
Buwaih adalah pada masa ‘Adhud al Daulah (tahun 367 H – 372 H). Perhatiannya
amat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan, dan pada
masa inilah Maskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan ‘Adhud
al Daulah. Juga pada masa ini Maskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib,
ilmuwan, dan pujangga. Tapi, disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati
Maskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah
agaknya Maskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang
etika Islam.
B.
PEMIKIRAN IBNU MASKAWAIH
Pemikiran Ibnu Maskawih mencakup beberapa hal,
diantaranya ialah:
1.
Filsafat Ketuhanan
Menurut Ibnu Miskawaih membuktikan adanya tuhan
adalah muda, karena kebenarannnya tentangg adanya tuhan telah terbukti pada dirinya
sendiri dengan jelas. Namun kesukarannya adalah karena keterbatasan akal
manusia untuk menjangkaunya. Tetapai orang yang berusaha keras untuk memperoleh
bukti adanya, sabar menghadapi berbagai macam kesukaran, pasti akhirnya akan
sampai juga, dan akan memperoleh bukti yang meyakinkan tentang kebenaran
adanya.
Miskawaih mengatakan bahwa sebenarnya tentang
adanya tuhan pencipta itu telah menjadi kesepakatan filosof sejak dahulu kala.
Tuhan pencipta itu Esa, Azali (tanpa awal) dan bukan materi (jisim).Tuhan ada
tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung pada kepada yang lain. Tampaknya
pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Al-Farabi. Argumen yang digunakan Ibnu
Miskawaih untuk membuktikan adanya tuhan yang paling ditonjolkan adalah adanya
gerak atau perubahan yang terjadi pada alam. Argumen gerak ini diambil dari
Aristoteles. Tuhan adalah sebagai pencipta segala sesuatu. Menciptakan dari
awal segala sesuatu dari tiada menjadi ada, sebab tidak ada artinya mencipta.
Alam diciptakan oleh Tuhan dari tiada, alam
melami gerakan yang bersifat natur bagi alam yang menimbulkan perubahan.
Tiap-tiap bentuk yang berubah digantikan oleh bentuk yang baru, bentuk yang
lama menjadi tiada, dengan demikian terjadilah ciptaan yang terus-menerus.
Pendapat ini sepaham dengan pendapat Aristoteles bahwa segala sesuatu selalu
dalam perubahan yang mengubahnya dari bentuk semula.
Nampak pemikiran Ibnu Miskawaih sepaham
dengan pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta sebagai suatu
proses penjadian. Walaupun demikian ia menganut teori emanasi yang berbeda
dengan Al-Farabi. Bagi Miskawaih Allah menjadikan alam ini secara emanasi dari
tiada menjadi ada, sedangkan menurut Al-Farabi alam dijadikan secara pancaran
dari sesuatu akal, bahan yang sudah ada menjadi ada. Akan tetapi menurut Ibnu
Rushd creatio ex nihilo hanyalah interpretasi kaum teolog saja.
2.
Filsafat Jiwa
Menurut Ibnu Maskawaih, Jiwa berasal dari
limpahan akal aktif (‘aqlfa’al). jiwa bersifat rohani, suatu substansi
yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh salah satu panca indera.
Jiwa tidak bersifat material, ini
dibuktikan Ibnu Maskawaih dengan adanya kemungkinan jiwa dapat menerima
gambaran-gambaran tentang banyak hal yang bertentangan satu dengan yang lain.
Misalnya, jiwa dapat menerima gambaran konsep
putih dan hitam dalam waktu dalam waktu yang sama, sedangkan materi hanya dapat
menerima dalam satu waktu putih atau hitam saja. Jiwa dapat menerima gambaran
segala sesuatu, baik yang indrawi maupun yang spiritual. Daya pengenalan dan
kemampuan jiwa lebih jauh jangkauannya dibanding daya pengenalan dan kemampuan
materi. Bahkan dunia materi semuanya tidak akan sanggup memberi kepuasan kepada
jiwa.
Lebih dari itu, di dalam jiwa terdapat daya
pengenalan akal yang tidak didahului dengan pengenalan inderawi. Dengan daya
pengenalan akal itu, jiwa mampu membedakan antara yang benar dan yang tidak
benar berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh panca indera. Perbedaan itu
dilakukan dengan jalan membanding-bandingkan obyek-obyek inderawi yang satu
dengan yang lain dan membeda-bedakannya.
Dengan demikian, jiwa bertindak sebagai
pembimbing panca indera dan membetulkan kekeliruan yang dialami panca indera.
Kesatuan aqliyah jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa itu
mengetahui dirinya sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan
demikian jiwa merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal,
subyek yang berpikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiga-tiganya
merupakan sesuatu yang satu.
Ibnu Maskawaih menonjolkan kelebihan jiwa
manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber
pertimbangan tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Lebih jauh
menurutnya, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari
tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut:
1) Al nafs al bahimiyah (nafsu
kebinatangan) yang buruk.
2) Al nafs al sabu’iah (nafsu
binatang buas) yang sedang
3) Al nafs al nathiqah (jiwa
yang cerdas) yang baik.
Manusia dikatakan menjadi manusia yang
sebenarnya jika ia memiliki jiwa yan cerdas. Dengan jiwa yang cerdas itu,
manusia terangkat derajatnya, setingkat malaikat, dan dengan jiwa yang cerdas
itu pula manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah
manusia yang paling besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya selalu
cenderung mengikuti ajakan jiwa yang cerdas itu. Manusia yang dikuasai hidupnya
oleh dua jiwa lainnya (kebinatangan dan binatang buas), maka turunlah
derajatnya dari derajat kemanusiaan.
Berkenaan dengan kualitas dari
tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga macam tersebut, Maskawaih mengatakan bahwa
jiwa yang rendah atau buruk mempunyai sifat ‘ujub, sombong,
pengolok-olok, penipu dan hina dina. Sedangkan jiwa yang cerdas mempunyai
sifat-sifat adil, harga diri, berani, pemurah, benar, dan cinta.
3.
Filsafat
Kenabian
Dalam pemikiran Ibnu Miskawaih, nabi adalah
seorang seorang muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena
pengaruh akal aktif atas daya imajinasinya. Hakikat-hakikat ini dapat diperoleh
pula oleh para filosof. Tetapi ada perbedaan pada cara untuk memperolehnya.
Dikatakan kekuatan imajinasi seseorang mampu meningkat lagi hingga melewati
batas yang biasa pada kebanyakan manusia. Seseorang setelah mencapai tingkat
tersebut dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat atau kebenaran.
Bilamana seseorang melanjutkan pemikiran terus
menerus setelah tiba pada tingkatan tersebut maka tilikan rohaninyan akan makin
kuat dan tilikan pengamatannya makin tajam, dan terpancarlah baginya hal ihwal
illahiat sejelas-jelasnya. Sehingga perbedaan mengenai cara memperoleh hakikat
atau kebenaran antara nabi dan filosofialah nabi memperoleh kebenaran
diturunkan langsung dari akal aktif langsung kepada kepada nabi sebagai rahmat
Allah, sedangkan filosof memperoleh kebenaran dengan cara berusaha dan berfikir
secara terus menerus.
Menurut
pemikiran Ibnu Miskawaih manusia mengalami evolusi, berkembang bukan hanya
secara fisik, tetapi berkembang pula tingkat ecerdasannya, cara berfikirnya
bertambah maju sehingga menjadi bijaksana bahkan mendekati derajat malaikat.
Manusia menurut fitrahnya mempunyai kemampuan dan kemauaan untuk mencapai
kesempurnaan. Hal ini bisa dicapai melalui mawas diri, perenungan, beribadah
dengan baik, menjaga dan membersihkan jiwa dari perbuatan jahat dan tercela.
4.
Filsafat Akhlak
Sebagai “Bapak Etika Islam”, Ibnu Maskawaih
dikenal juga sebagai Guru Ketiga (al Mu’allim al tsalits), setelah al
Farabi yang digelari Guru Kedua (al Mu’allim al tsani). Sedangkan yang
dipandang sebagai Guru Pertama (al Mu’allim al awwal) adalah
Aristoteles. Teori Maskawaih tentang etika dituangkan dalam kitabnya yang
berjudul Tahzib al Akhlaq wa That-hir al ‘Araq (Pendidikan
budi pekerti dan pembersihan watak).
Kata akhlaq adalah bentuk
jamak dari kata khuluq. Ibnu Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai
keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.
Dengan kata lain, khuluq merupakan
keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan secara spontan. Keadaan jiwa
tersebut bisa merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula berupa hasil latihan
membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan
baik.
Dari pengertian itu dapat dimengerti bahwa
manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawa fitrahnya yang tidak
baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai khuluq yang
bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat. Hal ini dapat dibuktikan pada
perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu
keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan
macam pendidikan yang diperolehnya.
Ibnu
Maskawaih menetapkan kemungkinan manusia mengalami perubahan-perubahan khuluq,
dan dari segi inilah maka diperlukan adanya aturan-aturan syari’at, diperlukan
adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan santun.
Adanya itu semua memungkinkan manusia dengan akalnya untuk memilih dan
membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan.
Dari sini pula Ibnu Maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan
bagi manusia dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq.
C.
KARYA-KARYA IBNU MASKAWAIH
Jumlah
karya tulisnya dalam Abdul Aziz Dahlan yang mendasarkan kepada penulis masa
lalu adalah sebanyak delapan belas buah judul yang kebanyakan berbicara tentang
jiwa dan akhlak (etika). Lain halnya dengan Yaqut memberikan daftar 13 buah
karya Miskawaih. Untuk bahan rujukan, penulis rinci sebagai berikut:
1.
Al-fauz
Al-akbar (tentang keberhasilan besar
2.
Al-fauz
Al-Ashghar (tentang keberhasilan kecil)
3.
Tajarib
Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal sampai ke masa hidupnya)
4.
Uns
Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, pribahasa, dan kata-kata mutiara)
5.
Tartib
As-Saadah (tentang akhlak dan politik)
6.
Al-Musthafa
( syair-asyair pilihan)
7.
Jawidan
Khirad (kumpulan ungkapan bijak)
8.
Al-Jami
9.
As-Siyar
(tentang aturan hidup)
10. Tahzib Al-Akhlak (pendidikan Akhlak)
11. Ajwibah wa Al-As’ilah fi an-Nafs wa Al-Aql (Tanya jawab tentang
jiwa)
12. Al-Jawab fi Al-Masa’il As-Salas (jawaban tentang tiga masalah)
13. Taharat An-Nafs (kesucian jiwa)
14. Risalah fi Al-Ladzadzat wal-Alam fi Jauhar An-Nafs
15. Risalah fi jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi fi
Haqiqat Al-Aql
16. Risalah fi Haqiqah Al-Aql.
Muhammad Baqir ibn Zain Al-Hawanshari yang
dikutip Fuad Al-Ahwani, mengatakan bahwa ia juga menulis beberapa risalah
pendek dalam bahasa parsi (Raudhatul Al-Jannah, Teheran, 1287 H/ 1870 M, hlm.
70 ).
D.
KONSEP PENDIDIKAN IBNU MASKAWAIH
Ibnu Miskawaih merupakan sosok
yang sangat terkenal juga dalam bidang pendidikan, ide-ide cemerlang yang
beliau cetuskan merupakan sebuah wahana baru dalam bidang pendidikan yang
terlahir dari karya seorang Ibnu Miskawaih.
Sepak terjang Ibnu Miskawaih tidak diragukan lagi dalam dunia pendidikan dan pemikiran. gagasan yang beliau tuangkan dan lahirkan merupakan salah satu era terobosan dalam menanggapi kemajuan dunia dalam bidang Pendidikan. Pemikiran Ibnu Miskawaih sudah seharusnya menjadi tauladan bagi mereka yang ingin sukses dalam meraih masa depan yang gemilang.
Sepak terjang Ibnu Miskawaih tidak diragukan lagi dalam dunia pendidikan dan pemikiran. gagasan yang beliau tuangkan dan lahirkan merupakan salah satu era terobosan dalam menanggapi kemajuan dunia dalam bidang Pendidikan. Pemikiran Ibnu Miskawaih sudah seharusnya menjadi tauladan bagi mereka yang ingin sukses dalam meraih masa depan yang gemilang.
Untuk
mencapai target pendidikan moral beliau menekankan pada keutuhan dan bagaimana
sikap bathin yang mampu mendorong perbuatan yang bernilai luhur seara
spontanitas, agar tercapai kesempurnaan dan kebahagian yang sempurna.Dalam buku
Ahmad Syari'i mengatakan bahwa kesempurnaan manusia itu ada dua macam yaitu: pertama
kesempurnaan teoritis ( dengan mempelajari ilmu logika ) dan kedua praktis(
kesempurnaan yang diaplikansikan dengan jalan-jalan empirik). Pendidikan dan
peserta didik adalah dua indicator yang sangat diperhatikan oleh beliau dan
keberhasilan pendidikan itu haruslah didukung oleh peran-aktif dari orang,
sebagai pembimbing ketika pelajar/anak didik berada diluar wilayah sekolah.
Menurut Ibnu miskawaih, moral atau
akhlak adalah suatu sikap mental (halu li al-nafs) yang mengandung daya
dorong untuk berbuat tampa berpikir dan pertimbangan.Dalam konsep pendidikan
Ibnu miskawaih menunjukkan bahwa manusia sebagai daya berpikir, daya
bernafsu, hikmah, unsur-unsur inilah yang sangat mempengaruhi sikap dan
perbuatan manusia dan bagaimana manusia bersikap berani, sederhana dan juga
bersikap adil. Konsep ini merupakan landasan pikir bahwa konsep pendidikan
beliau adalah pendidikan yang berbasis moral education.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Nama lengkap Ibnu
Miskawaih ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M.
Di rayy (sekarang Teheran), dan meninggal di isfahan pada tanggal 9 Shafar
tahun 412 H/ 16 Februari 1030 M. Ibnu Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi
(320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah dan
beliau pernah menjadi bendahara sehingga mendapat gelar al-Knazain dan gelar
Abu Ali, indikasi inilah yang membuat ia dianggap penganut Syi’ah.
Dalam dunia islam beliau dikenal sebagai
seorang sejarawan, sastrawan, filosof, dan moralis karena luasnya ilmu
pengetahuan yang beliau miliki. Menurut pemikirannya Tuhan adalah pencipta
tidak berjisim dan azali. Tuhan Esa, Ia tidak terbagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak ada yang setara denganNya. Ia ada tanpa diadakan, adanya
tidak bergantung pada yang lain sementara yang lain membutuhkanNya.
Banyak
dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan Aristoteles tetapi
lebih platonis. Dalam hal penciptaan alam semesta misalnya yang diciptakan dari
sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Pada masalah esensi ruh yang kekal dan
bergerak. Terlepas dari pengaruh pemikiran yunani tersebut pemikiran Ibnu
Maskawai berpengaruh pada perkembangan islam yang telah memberika kemajuan
dalam masalah akhlak terutama. Beliau adalah orang yang pertama kali menulis
tentang akhlak melalui karya-karya beliau yang mazhur seperti namanya. Manusia
ada yang memiliki sifat baik dari asalnya yang jumlahnya sedikit dan cenderung
untuk berbuat baik, ada yang memiliki sifat buruk dari aslnya yang jumlahnya
banyak dan cenderung berbuat jahat, dan diantara keduanya ada golongan yang
dapat beralih pada kejahatan hal ini tergantung pada pendidikan dan lingkungan
dimana ia tinggal.
B.
SARAN
Demikianlah makalah yang kami susun, kami sadar
makalah kami masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan
saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami kedepan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
1)
A .Mustofa. 1997. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka
Setia.
2)
Hernawan,
A. Heris & Sunarya, Yaya. 2011. Bandung: CV. Insan Mandiri,
3)
Sudarsono.
2010. Filsafat Islam. Cetakan Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta.
4)
Supriadi,
Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Makasih
BalasHapus