DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Biografi ikhwan Al-Shafa...................................................................... 3
B. Pemikiran filsafat Ikhwan
Al-Shafa...................................................... 5
1. Talfiq (Pemaduan filsafat dan
agama)............................................. 7
2. Filsafat Metafisika............................................................................ 8
3. Filsafat Jiwa..................................................................................... 9
4. Filsafat Moral................................................................................... 10
5. Filsafat Angka atau Biangan............................................................ 11
BAB III
KESIMPULAN................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan pada dasarnya sangatlah luas dalam
berbagai macam persoalan yang meluas serta di dasari oleh pemikiran dan
karakteristik yang berbeda. Hal ini sangat berarti dan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia khususnya bagi perjalanan panjang ilmu
pengetahuan di islam itu sendiri.
pengembangan di bidang ilmu pengetahuan yang akan merubah paradigma berfikir secara luas itu di lahirkan dari pemikiran-pemikiran yang berkarakter terhasil dai kajian-kajian yang dijadikan sebuah ilmu pengetahuan baru dan menghasilkan ilmu yang memiliki ciri khas unik serta menarik meskipun di dasari oleh agama dan budaya yang begitu beragam.
pengembangan di bidang ilmu pengetahuan yang akan merubah paradigma berfikir secara luas itu di lahirkan dari pemikiran-pemikiran yang berkarakter terhasil dai kajian-kajian yang dijadikan sebuah ilmu pengetahuan baru dan menghasilkan ilmu yang memiliki ciri khas unik serta menarik meskipun di dasari oleh agama dan budaya yang begitu beragam.
Seperti halnya filsafat, sudah sangat sering kita dengar
dan kita ketahui bahwa awal mula munculnya filsafat adalah berasal dari yunani,
akan tetapi para filosof, para ahli agama, atau orang-orang muslim semasanya
yang senantiasa berfikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan ini untuk kemajuan
bagi umat muslim.
kemudian dikemas dan di pahami sedemikian rupa serta dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang baru serta cukup popular yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temurun oleh para filosof kepada generasi-generasi selanjutnya dapat diartikan murid-muridnya.
kemudian dikemas dan di pahami sedemikian rupa serta dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang baru serta cukup popular yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temurun oleh para filosof kepada generasi-generasi selanjutnya dapat diartikan murid-muridnya.
Seperti
pembahasan-pembahasan sebelumnya yang menceritakan tentang para filosof muslim
yang di mulai dari Al-kindi, Arrazi, dan Al-faraabi sampai saat setelah
Al-farabi kemudian muncul salah satu filosof dari kelompok yang menamai
kelompoknya dengan nama ikhwan al-shafa yang mewarnai dunia filsafat di islam
pada masa itu. Lebih jelasnya pembahasan kami pada kali ini tentang perjalanan
nyata kelompok ikhwan al-shafa dan pemikiran-pemikirannya yang mengacu
pada ranah filsafat Islam
beserta perbedaan diantara pakar-pakar filsafat Islam yang lebih dahulu dari ikhwan Al-shafa.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana biografi ikhwan al-shafa?
- Bagaimana Pemikiran – pemikiran filsafat ikhwan al-shafa?
- Bagaimana tinjauan tentang pemikiran ikhwan al-shafa?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan
pembahasan yang akan disampaikan, mengenai :
- Biografi ikhwan al-shafa.
- Pemikiran-pemikiran filsafat ikhwan al-shafa.
- Tinjauan tentang pemikiran ikhwan al-shafa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ikhwan Al-shafa
ikhwan al-shafa’ (persaudaraan suci) adalah nama
sekelompok pemikir islam yang bergerak secara rahasia dari sekte syi’ah
isma’iliyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di basrah. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini ini dipengaruhi oleh
taqiyah, karena basis kegiatannya berada di tengah masyarakat mayoritas sunni.
Menurut Hana Al-Fakhuri nama ikhwan al-shafa’ diekspresikan dari kisah merpati
dalam cerita kahillah wa dunnah yang diterjemahkan ibn Muqafa. (Al- Fakhuri
halaman 165 ).
Identitas yang tidak jelas ini di di kemukakan atas
informasi dari As-sijistani (w.391 H/1000 M) para pemuka mereka adalah Abu
Sulaiman Al-Busti (terkenal dengan gelar Al-muqaddas),Abu Al-Hasan
Az-Zanjani,Abu Ahmad An-nahrajuri (alias Al-Mihrazani),Abu Al-hasan Al-Aufi,
dan Zaid bin Rita’ah. Kalangan syiah,terutama syi’ah isma’iliyah mengklaim
bahwa ikhwan al-shafa adalah kelompok dari kalangan mereka. Kendati identitas
mereka tidak jelas karena Risalah ensiklopedis yang mereka hasilkan itu,
menurut Abu Hayyan At-Tauhidi (w.414/1023) dan data internal dalam risalah
mereka, dapat di simpulkan berasal dari masa antara tahun 347 H/958 M sampai
tahun 373 H/983 M atau dari perempat ketiga abad ke-4 H. Pusat kegiatan mereka
di kota Basrah, tetapi di baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia
itu. (Abdul Aziz Dahlan, 2003 : 192)
Pemikiran mereka sangat layak di kaji karena lebih dari
sekedar kajian artifisial,di samping ikhwan sangat di kenal di timur tengah,
sebagaimana Hegel, Kant, dan Voltaire yang sangat di kenal di barat.
Menyebutkan diri mereka sebagai “orang-orang yang tertidur dalam gua adam”
sebagaimana dalam kitabnya Rasa’il yang di ambil dari Al-qur’an dan
tujuh orang yang teridur dalam legenda Ephesus, mencerminkan misteri identitas
mereka. Pengaruh gagasan Plato,Aristoteles dan terutama, Plotinus, ada dalam
filsafat ikhwan. (Dedi supriyadi, 2009 :100)
Pelopor perhimpunan
politico-religius ini yang terkenal antara lain Ahmad ibn Abdullah, Abu
Sulaiman Muhammad ibn Nashr al-Busti dll. Dalam upaya memperluas gerakan,
ikhwan al-shafa’ mengirimkan orang-orangnya ke kota-kota tertentu untuk
membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan
dan kebenaran, terutama dari orang-orang muda yang masih segar dan cukup
berhasrat agar mudah dibentuk. Walaupun demikian kerahasiaan organisasi mereka
tetap terjaga,calon anggota perhimpunan ini dituntut keras untuk berpegang
teguh satu sama lain dalam mengahadapi segala bahaya dan kesukaran, untuk
membantu dan menopang satu sama lain baik dalam perkara duniawi maupun rohani,
dan menjaga diri agar tidak bersahabat dengan persaudaraan yang tercela. Dari
beberapa buku diantaranya karangan Dr. Hasyimsyah dikatakan bahwa terdapat empat
tingkatan anggota, yaitu :
Tingkat I : terdiri dari pemuda cekatan berusia 15-30 tahun yang
memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat. Mereka ini berstatus murid, maka
wajib petuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
Tingkat II : adalah al-ihkwan al-akhyar yang berusia 30-40 tahun.
Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih
sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan.
Tingkat III : adalah al-ikhwan al-fudhala al-kiram yang berusia
40-50 tahun. Merupakan tingkat dewasa.Mereka sudah mengetahui namus al-ilahi
sebagai tingkat para nabi.
Tingkat IV : adalah tingkat tertinggi setelah sesorang mencapai
usia 50 tahun ke atas. Mereka pada tingkat ini sudah mampu memeahami hakikat
sesuatu, seperti halnya malaikat, sehingga mereka sudah berada di atas alam
realitas.
Pemikiran mereka
sangat layak dikaji karena lebih dari sekedar kajian artifisial. Penyebutan
mereka sebagai “orang-orang yang tertidur dalam gua adam” sebagaimana
dalamkitab rasail yang diamabil dari al-quran dan tujuh orang yang tertidur
dalam legenda Ephesus, mencerminkan misteri identitas mereka. (Dr. Juhaya S.
Praja, MA, 2010)
Ikhwan Ash-Shafa’menghasilkan sebagai magnum
opus (master piece)-nya yang terhimun ke dalam sebuah kumpulan tulisan yang
terdiri 52 Risalah dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji
subjek-subjek berspektrum luas yang merentang dari musik sampai sihir.
Tekanannya bersifat amat didaktik, sedangkan kandungannya sangat eklektik. Ini
memberikan cerminan pedagogis dan kuktural zaman mereka serta beragam filsafat
dan kredo masa itu. (Dedi Supriyadi, 2009: 101)
Pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah
Zaid ibn Ri’faah(ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan
telah mengahasilkan 52 risalah. Rasail
merupakan ensiklopedi popular tentang ilmu dan filsafat yang ada pada waktu
itu. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklarifikasikan kepada empat
bidang :
a.
14 risalah tentang
matematika, mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, teori dan praktek
seni, moral dan logika.
b.
17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, meliputi geneologi, minerologi, botani, hidup
dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan
kesadaran.
c.
10 risalah tentang jiwa, meliputi metafisika mahdzab Pytagoreanisme
dan kebangkitan alam.
d.
11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, mencakup kepercayaan dan
keyakinan, hubungan alam dengan tuhan, keyakinan ikhwan al-shafa’, kenabian dan
keadaannya, tindalkan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan tuhan dan
magic. ( Drs. Hasan Basri M. Ag dan
Zaenal Mufti )
B. Pemikiran
Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Menurut Majid Fakhry, 2001 dalam bukunya
mengenai sejarah filsafat islam menyatakan bahwa golongan Ikhwan Al-Shafa’
adalah golongan dalam filsafat yang menyatakan bahwa filsafat itu
bertingkat-tingkat, yaitu :
Pertama : cinta ilmu
Kedua : mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia.
Ketiga : berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu.
Mengenai lapangan filsafat, dikatakannya ada 4 yaiatu :
a.
Matematika
b.
Logika
c.
Fisika
d.
Ilmu ketuhanan. Ilmu ini mempunyai emapat bagian :
1.
Mengeanai tuhan
2.
Ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat tuhan
3.
Ilmu kejiwaan, yaitu mengenai ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang ada pada
benda-benda alam.
4.
Ilmu politik, yaitu politik kenabian, politik pemerintahan, politik
umum, politik khusus(rumah tangga) dan lain-lain.
Dapatlah disimpulkan bahwa golongan
ikhwan al-shafa tidak membagi filsafat amalan, melainkan bagian amalan ini
keseluruhannya dimasukkan dalam bagian ketuhanan.Disamping itu mereka juga
memasukkan politik kenabian dan ilmu keakhiratan pada pertikel-partikel yang
baru
Di samping itu, Ikhwan Al- Shafa’ juga memadukan agama-agama yang
berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti Kristen, majusi,
yahudi dan lain-lain. Karena menurut mereka tujuan agama adalah sama yaitu
untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Menurut ikhwan perbedaan-perbedaan keagamaan
ikhwan bersumber dari faktor-faktor yang kebetulan seperti ras, tempat tinggal,
atau keadaan zaman dan dalam beberapa kasus juga faktor tempramen dan sususnan
personal. Karena itu agama gabungan yang mereka maksud akan menjadi pegangan
dalam Negara yang mereka impikan.
Lebih jelasnya ada beberapa pemikiran filsafat
dari Ikhwan Al-shafa sebagai berikut:
1. Talfiq
(Pemaduan Filsafat dan Agama)
Ikhwan Al-Shafa berusaha memadukan atau
rekonsiliasi (talfiq) agama dengan filsafat dan juga agama dengan agama-agama
yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syari’at telah di
kotori dengn berbagai macam kejahilan dan di lumuri dengan berbagaimacam
kesesatan. Satu-satunya jalan untuk membersihkannya adalah filsafat. Kemudian
mereka mengklaim bahwa apabila di pertemukan antara filsafat yunani dan
syari’at arab, maka akan menghasilkan kesempurnaan.
Sebenarnya pendapat mereka untuk mempergunakan ta’wil dalam
memahami ayat al-qur’an yang mutashabih merupakan pendapat yang sama dikalangan
para filsuf. Menurut filsuf agama adalah tepat untuk melambangkan secara
inderawi agar mudah dipahami oleh kaum awam. Jika tidak demikian,tentu banyak
ajaran agama yang mereka tolak kerena mereka tidak memahami isinya. (al-kidzb
li mashlahah al-nas)
Menurut Dr. Hasyimsyah dalam bukunya filsafat ilmu Ikhwan al-shafa’
berusaha memadukan antara agama dengan filsafat dan juga antara agama-agama
yang ada.Tampaknya ikhwan al-shafa’ menempatkan filsafat diatas agama.Mereka
mengharuskan filsafat menjadi landasan agama yang dipadukan dengan ilmu.
Menurut mereka ungkapan al-qur’an yang berkonotasi inderawi dimaksudkan agar
cocok dengan tingkatan nalar orang arab badui. Sedangkan bagi yang memiliki pengetahuan
yang lebih tinggi diharuskan memakai ta’wil dari pengertian lafzi dan inderawi.
(Risail III, 452-3)
2.
Filsafat Metafisika
Adapun tentang ketuhanan mereka melandasi pemikirannya kepada
bilangan.Menurut mereka ilmu bilangan adalah lidah yang mempercakapkan tentang
tauhid dan meniadakan sifat serta dapat menolak sikap orang yang mengingkari
keesaan tuhan. Dengan kata lain, pengetahuantentang angka membawa pengakuan
tentang keesaan tuhan, karena apabila angka satu rusak maka rusaklah semuanya.
Dengan istilah lain, keutamaan itu terletak pada yang dahulu yakni satu. Karena
itu terbuktikah bahwa yang esa (Tuhan) lebih dahulu dari lainnya seperti
dahulunya angka satu dari angka lain. (Al- Fakhuri hal 187)
Tuhan adalah pencipta segala yang ada dengan cara emanasi dan
memberi bentuk, tanpa waktu dan tempat, cukup dengan firman-Nya kun fa kana,
ia berada pada segala sesuatu tanpa berbaur dan bercampur, tidak ada yang
menyerupai dan menyamainya, tetapi ia jadikan fitrah manusia untuk dapat
mengenalnya tanpa belajar.
Tentang ilmu tuhan, ikhwan al-shafa’ beranggapan bahwa seluruh
pengetahuan berada dalam ilmu tuhan.Berkaiatan dengan penciptaan alam,
pemikiran ikhwan al-shafa’ merupakan perpaduan antara pendapat Aristoteles,
Plotinus, dan Mutakallimin.Bagi ikhwan al-shafa’ tuhan adalah Pencipta dan
Mutlak Esa.Dengan kemauan sendiri tuhan menciptakan akal pertama atau akal
aktif.Jadi, secara tidak langsung tuhan berhubungan dengan alam materi sehingga
kemurnian tauhid dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Lengakapnya rangkaian
proses emanasi itu adalah :
1.
Akal pertama atau akal aktif
2.
Jiwa universal
3.
Materi pertama
4.
Potensi jiwa universal
5.
Materi absolut atau materi kedua
6.
Alam planet-planet
7.
Anasir-anasir alam terendah, yaitu air, udara, tanah, api.
8.
Materi gabungan yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan
hewan.
Kedelapan mahiyah di atas bersama dengan zat Allah yang mutlak,
sempurnalah jumlah bilangan menjadi Sembilan.Angka Sembilan ini membentuk
substansi organic pada tubuh manusia, yaitu tulang, sumsum, daging, urat,
darah, saraf, kulit, rambut dan kuku.
3.
Filsafat Jiwa
Tentang jiwa manusia bersumber dari jiwa universal.Dalam
perkembangan jiwa manusia banyak dipengaruhi oleh materi yang mengitarinya.Agar
potensi jiwa itu tidak kecewa dalam perkembangannya, maka jiwa dibantu oleh
akal.Pada tingkat ini, manusia sanggup membedakan antara benar dan salah,
antara baik dan buruk.Setelah oitu disalurkan ke daya ingatan yang terdapat
pada otak bagian belakang.Pada tingkat ini seseorang telah mampu menimpan
hal-hal yang abstrak yang diterima oleh daya berfikir.Tingakatan terakhir
adalah daya berbicara yaitu kemampuan mengungkapkan pikiran dan ingatan itu
melalui tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau menuangkannya lewat
bahasa tulis kepada pembaca.
Seperti halnya Al-Kindi, Ar-Razi, dan Al-Farabi, Ikhwan
al-Shafa’ memandang manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jiwa yang bersifat
imateri, dan tubuh yang merupakan campuran dari tanah, air, udara, dan api.
Lepas dari masalah sebab keberadaan jiwa dalam tubuh manusia,menurut Ikhwan
al-Shafa’, karena berada di dalam tubuh, awalnya tidak mengetahui apa-apa,
tetapi memiliki kemampuan untuk menerima pengetahuan secara
berangsur-angsur.(Dedi Supriyadi, 2009: 107-108)
4.
Filsafat Moral
Adapun tentang moral, ikhwan al-shafa’ bersifat rasionalistis.Dalam
mencapai tingkat moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari
ketergantungan kepada materi.Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai pada
ekstase. Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat
adalah sia-sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang,
keadilan, rasa syukur, mengutamakan kebajikan, gemar berkorban untuk orang lain
kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar,
kemunafikan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikikis habis sehingga
timbul kesucian persaan, kecintaan yang membara sesama manusia, dan keramahan
terhadap alam, binatang liar sekalipun. (Dr. Hasyimsyah Nasution 1998)
Moralitas diperuntukan sebagai pelatihan bagi jiwa agar
tetap bersih dan terjaga dari kotoran-kotoran material. Jiwa yang bersih
dinilai mampumenangkap kilatan-kilatan cahaya Ilahi dan entitas-entitas yang
bercahaya. Semakin bersih jiwa, makin dekat manusia pada pemahaman atas
makna-makna yang dikandung kitab suci. Pemahaman atas makna-makna tersebut,
pada akhirnya benar-benar membantu manusia untuk mengakui persamaan dan
keselarasan antara agama dan tindakan rasional dalam filsafat. Sekali lagi,
jika jiwa terpengaruh oleh permintaan ragawi material, semakin sulit menemukan
jalan menuju pengethauan. Ikhwan al-Shafa’ menyatakan bahwa pengetahuan apapun
yang ditangkap manusia tidak lebih berguna ketimbang pengetahuan diri.
Pengetahuan akan diri merupakan pengetahuan utama dalam hubungannya dengan
prinsip moralitas. (Hasan Basri, Zaenal Mufti, 2009: 115-116)
5. Filsafat Angka
/ Bilangan
Adapun tentng bilangan,ikhwan mengakui
nichomacus dan pyhtagoras. Tujuan ikhwan membicarakan bilangan adalah untuk
mendemontrasikan bagaimana sifat-sifat bilangan itu menjadi prototife bagi sifat-sifat
sesuatu sehingga siapapun yang mendalami bilangan dengan segala hukumnya,sifat
dasarnya, jenis-jenisnya sepsis-sepesisnya,dan sifat-sifat khususnya akan
memahami kuantitas (jumlah) macam-macam benda yang beraneka, spesis mereka dan
kebijaksanaan yang mendasari kuantitas-kuantitas mereka yang khusus serta
alasan mengapa mereka tidak lebih dan tidak kurang (Hasyimsyah Nasution,1999
hal 54)
Menurut Ikhwan al-Shafa’, seseorang dapat
belajar tentang keesaan Tuhan dengan mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan
angka dan mereka menyatakan, “Pythagoras percaya bahwa yang kedua menuntun ke
yang pertama. Kendatipun mencurahkan perhatian mereka pada bilangan, ikhwan
berusaha menghindarkan diri dari kesalahan utama kaum Pythagoras, seperti
dicatat oleh Aristoteles, ketika angka dan hal yang diangkakan dirancukan.
Mereka juga menolak gagasan-gagasan Pythagorean tentang perpindahan jiwa
(reinkarnasi), dan lebih berpegang teguh pada gagasan bahwa penyucian yang
tercapai dalam satu kali kehidupan di bumilah yang dapat memasukkan manusia ke
dalam surga. (Dedi Supriyadi, 2010: 105-106)
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Ikhwan
al-shafa’ adalah nama
sekelompok pemikir islam yang bergerak secara rahasia yang bermayoritas golongan syi’ah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di basrah. Ikhwan Ash-Shafa’ menghasilkan sebuah kumpulan
tulisan yang terdiri 52 Risalah dengan
menekankan aspek kuat dalam keluasan berfikir dan keluasan serta kualitas
beragam yang mengkaji subjek-subjek berspektrum luas yang merentang dari musik
sampai sihir. Tekanannya bersifat amat didaktik, sedangkan kandungannya sangat
eklektik. Ini memberikan cerminan pedagogis dan kuktural zaman mereka serta
beragam filsafat dan kredo masa itu
Ikhwawan al-shafa dalam usahanya berfilsafat masih tetap
ingin memadukan antara agama dan filsfat. Namun ikhwan al-shafa lebih
menempatkan filsafat di atas agama dan mereka mengharuskan berfilsafat dan
membuat filsafat menjadi landasan agama yang di padukan dengan ilmu. Dan mereka
memadukan agama dengan agama lainya.
DAFTAR PUSTAKA
ü Madjid Fakhri. 2001. Sejarah Filsafat
Islam. Bandung : Mizan
ü Hasan Basri dan Zaenal Mufti. 2009. Filsafat
Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri
ü A. Mustofa. 2004. Filsafat Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
ü Juhaya S. Praja dan Dedi Supriadi. 2010. Pengantar
Filsafat Islam.Bandung: Pustaka Setia.
ü Zar, Sirajuddin. 2010. Filsafat Islam,
Filosof dan Filsafatnya. PT. Raja Grafindo Persada.
ü Hasyimsyah Nasution. 2009. Filsafat Islam. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
ü Sudarsono. 2010. Filsafat Islam. Jakarta:
Rineka Cipta
ü Abdul Azis dahlan. 2003. Filsafat dalam
Ensiklopedi. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar